Endapan epithermal dan porfiri
v Endapan Epithermal
Endapan mineral
epitermal telah menerima banyak perhatian di dunia oleh karena dapat di
eksploitasi secara ekonomis dan tersedia banyak dibantingkan dengan sumber daya
logam mulia lainnya. Secara geologi, endapan ini relatif mudah di temukan,
karena secara ganesa endapan epitermal ini kadanya rendah dan secara umum telah
diketahui keberadaanya. Oleh karena secara ganesa dan ekonomis endapan
epitermal ini signifikan tetapi cadangannya masih bersatu dengan cadangan kadar
tinggi yang telah ada. Secara ekonomi harga emas-perak naik relatif terhadap
ongkos operasi penambangan emas. Hal ini disebabkan karena cadangan emas yang
kadanya rendah telah dapat diekploitasi secara komersil dan pengaruhnya adalah
terjadinya revitalisasi cadangan emas yang terlah ada.
Gambar 1. Skema penampang ilustrasi setting geologi dan hidrogeologi umum daerah endapan epitermal (Taylor, 1996)
Endapan epitermal
logam dasar dan mulia banyak macamnya mencerminkan perbedaan tektonik, batuan
beku dan kedudukan strukturnya dimana mereka terbentuk dan melibatkan banyak
proses didalam pembentukkannya. Kebanyakan dari endapan epitermal terbentuk
dalam suatu lebel kerak bumi yang dangkal, dimana perubahan tiba-tiba dalam
kondisi fisik dan kimianya menghasilkan ubahan hidrotermal (White dan
Hedenquist, 1990).
Lindgren (1933)
mendefinisikan istilah “epitermal” dari pengamatan mineralogi dan teksturnya,
dan ia menyimpulkan kondisi temperatur dan tekannya (kedalammnya) untuk style
(bentuk) mineralisasi ini. Walaupun penafsiran dari pengamatanya tidak mengubah
secara substansial, pemahaman kita mengenai lingkungan epitermal yang sekarang
telah berkembang sebagai hasil dari suatu pengamatan dasar yang semakin maju.
Definisi
Gambar 2. Skema
pembentukan Endapan Emas Epitermal (Corbet, 2007)
Endapan epitermal
adalah hasil dari sistem hidrotermal yang berskala besar dari lingkungan
vulkanik. Dalam suatu sumber panas magmatik suatu sumber air tanah dalam, atau
air meteorik, metal dan penurunan sulfur dan zona - zona rekahan yang regas di
kerak bumi bagian atas adalah unsur - unsur yang paling penting. Karena unsur -
unsur ini tersedia sepanjang sejarah kerak bumi. Pencampuran material-material
ini menyebabkan terbentuknya endapan-endapan emas epitermal. Endapan emas epitermal
dilingkungan batuan vulkanik adalah hampir selalu berasosiasi dengan batuan
vulkanik cal-alkaline dan batuan intrusi, beberapa
memperlihatkan suatu hubungan yang erat dengan batuan vulkanik alkali.
Kata epitermal mengacu kepada endapan
yang terbentuk pada temperatur rendah dan kedalaman yang dangkal. Istilah
epitermal diperoleh dari pengamatan yang dilakukan oleh Lindgren (1933)
terhadap mineralogi dari bijih dan tipe-tipe alterasi di batuan, dan tekstur
dari mineral-mineral bijih yang terbentuk serta alterasi bawaannya. Dari
pengamatan tersebut diperoleh interpretasi mengenai suhu pembentukan endapan
dan kedalaman pembentukannya. Menurut White (2009) endapan epitermal dapat
diketahui berdasarkan:
- Karakteristik
mineral dan teksturnya
- Mineralogi
alterasi hidrotermal dan zona pembentukannya
Proses Epithermal
Secara lebih detailnya endapan epitermal
terbentuk pada kedalaman dangkal hingga 1000 meter dibawah permukaan dengan
temperatur relatif rendah (50-200)0C dengan tekanan tidak lebih dari 100 atm
dari cairan meteorik dominan yang agak asin (Pirajno, 1992).
Tekstur penggantian (replacement) pada
mineral tidak menjadi ciri khas karena jarang terjadi. Tekstur yang banyak
dijumpai adalah berlapis (banded) atau berupa fissure vein. Sedangkan
struktur khasnya adalah berupa struktur pembungkusan (cockade structure).
Asosiasi pada endapan ini berupa mineral emas (Au) dan perak (Ag) dengan
mineral penyertanya berupa mineral kalsit, mineral zeolit dan mineral kwarsa.
Dua tipe utama dari endapan ini adalah low sulphidation dan high
sulphidation yang dibedakan terutama berdasarkan pada sifat kimia
fluidanya dan berdasarkan pada alterasi dan mineraloginya.
Endapan epithermal umumnya ditemukan
sebagai sebuah pipe seperti zona dimana batuan mengalami breksiasi dan
teralterasi atau terubah tingkat tinggi. Veins juga ditemukan, khususnya
sepanjang zona patahan., namun mineralisasi vein mempunyai tipe tidak menerus
(discontinuous)
Pada daerah volcanic, sistem epithermal
sangat umum ditemui dan seringkali mencapai permukaan, terutama ketika fluida
hidrothermal muncul (erupt) sebagai geyser dan fumaroles. Banyak endapan
mineral epitermal tua menampilkan fossil ‘roots’ dari sistem fumaroles kuno.
Karena mineral - mineral tersebut berada dekat permukaan, proses erosi sering
mencabutnya secara cepat, hal inilah mengapa endapan mineral epitermal tua
relatif tidak umum secara global. Kebanyakan dari endapan mineral
epithemal berumur Mesozoic atau lebih muda.
Mineralisasi epitermal memiliki sejumlah
fitur umum seperti hadirnya kalsedonik quartz, kalsit, dan breksi hidrotermal.
Selain itu, asosiasi elemen juga merupakan salah satu ciri dari endapan
epitermal, yaitu dengan elemen bijih seperti Au, Ag, As, Sb, Hg, Tl, Te, Pb,
Zn, dan Cu. Tekstur bijih yang dihasilkan oleh endapan epitermal termasuk tipe
pengisian ruang terbuka (karakteristik dari lingkungan yang bertekanan rendah),
krustifikasi, colloform banding dan struktur sisir. Endapan yang
terbentuk dekat permukaan sekitar 1,5 km dibawah permukaan ini juga memiliki
tipe berupa tipe vein, stockwork dan diseminasi. Dua tipe utama dari endapan
ini adalah low sulphidation dan high sulphidation yang
dibedakan terutama berdasarkan pada sifat kimia fluidanya dan berdasarkan pada
alterasi dan mineraloginya (Hedenquist et al., 1996:2000 dalam Chandra,2009).
Ransome (1907) (dalam Hedenquist et al,
2000) menemukan dari pengamatan yang dijumpai pada endapan-endapan di sekitar
kolam air panas dan fumarol pada gunung api, dimana dia
menyimpulkan bahwa endapan yang terbentuk pada kondisi reduksi dengan pH
air netral disebut sebagai pembawa endapan-endapan sulfidasi
rendah sedangkan kondisi asam dan teroksidasi disebut sebagai
pembawa endapan-endapan sulfidasi tinggi. Terdapat asosiasi mineral-mineral
tertentu yang dapat digunakan sebagai penciri tipe-tipe endapan sulfidasinya.
Endapan sulfidasi rendah dicirikan oleh adanya asosiasi mineral-mineral sulfida
seperti pirit-pirortit-arsenopirit-sfalerit(kaya akan Fe) sedangkan sulfidasi
tinggi dicirikan oleh asosiasi mineral-mineral
enargite-luzonit-kovelit-kelimpahan mineral pirit. White dan Hedenquist (1995)
di dalam White (2009), mengklasifikasikan kedua jenis endapan tersebut sebagai
berikut :
Tabel 1. Klasifikasi Endapan Epitermal
White dan Hedenquist (1995)
Tabel 2. Asosiasi mineral bijih pada endapan epithermal (White dan
Hedenquist, 1995) di dalam White(2009)
Tabel 3. Asosiasi mineral-mineral sekunder pengisi gangue (White dan
Hedenquist, 1995) di dalam White (2009)
Dengan memahami asosiasi mineral bijih,
mineral sekunder dan zona-zona tekstur pada urat di batuan maka dapat digunakan
sebagai alat interpretasi lingkungan terbentuknya urat (Buchanan, 1981).
Seperti yang terlihat pada gambar berikut :
Gambar
3. Model Endapan Epithermal low sulfida (Buchanan,
1981)
Dibawah ini digambarkan ciri-ciri umum
endapan epitermal (Lingren, 1933 dalam Sibarani,2008)):
·
Suhu relatif rendah (50-250°C) dengan salinitas bervariasi antara 0-5
wt.%
·
Terbentuk pada kedalaman dangkal (~1 km)
·
Pembentukan endapan epitermal terjadi pada batuan sedimen atau batuan beku,
terutama yang berasosiasi dengan batuan intrusiv dekat permukaan atau
ekstrusif, biasanya disertai oleh sesar turun dan kekar.
·
Zona bijih berupa urat-urat yang simpel, beberapa tidak beraturan dengan
pembentukan kantong-kantong bijih, seringkali terdapat pada pipa dan stockwork.
Jarang terbentuk sepanjang permukaan lapisan, dan sedikit
kenampakan replacement (penggantian).
·
Logam mulia terdiri dari Pb, Zn, Au, Ag, Hg, Sb, Cu, Se, Bi, U
·
Mineral bijih berupa Native Au, Ag, elektrum, Cu, Bi, Pirit, markasit,
sfalerit, galena, kalkopirit, Cinnabar, jamesonite, stibnite, realgar,
orpiment, ruby silvers, argentite, selenides, tellurides.
·
Mineral penyerta adalah kuarsa, chert, kalsedon, ametis, serisit, klorit
rendah-Fe, epidot, karbonat, fluorit, barite, adularia, alunit, dickite,
rhodochrosite, zeolit
·
Ubahan batuan samping terdiri
dari chertification (silisifikasi), kaolinisasi, piritisasi,
dolomitisasi, kloritisasi
·
Tekstur dan struktur yang terbentuk adalah Crustification (banding) yang
sangat umum, sering sebagai fine banding, vugs, urat terbreksikan.
Karakteristik umum dari endapan epitermal (Simmons et al, 2005 dalam
Sibarani, 2008) adalah:
·
Jenis air berupa air meteorik dengan sedikit air magmatik
·
Endapan epitermal mengandung mineral bijih epigenetic yang pada umumnya
memiliki batuan induk berupa batuan vulkanik.
·
Tubuh bijih memiliki bentuk yang bervariasi yang disebabkan oleh kontrol
dan litologi dimana biasanya merefleksikan
kondisi paleo-permeability pada kedalaman yang dangkal dari sistem
hidrotermal.
·
Sebagian besar tubuh bijih terdapat berupa sistem urat dengan dip yang
terjal yang terbentuk sepanjang zona regangan. Beberapa diantaranya terdapat
bidang sesar utama, tetapi biasanya pada sesar-sesar minor.
·
Pada suatu jaringan sesar dan kekar akan terbentuk bijih pada urat.
·
Mineral gangue yang utama adalah kuarsa sehingga menyebabkan bijih keras
dan realtif tahan terhadap pelapukan.
·
Kandungan sulfida pada urat relatif sedikit (<1 s/d 20%).
Potensi Dan Keberadaan Endapan Epithermal
Jenis endapan epitermal yang terletak
500 m bagian atas dari suatu sistem hidrotermal ini merupakan zone yang menarik
dan terpenting. Disini terjadi perubahan-perubahan suhu dan tekanan yang
maksimum serta mengalami fluktuasi-fluktuasi yang paling cepat.
Fluktuasi-fluktuasi tekanan ini menyebabkan perekahan hidraulik (hydraulic
fracturing), pendidihan (boiling), dan perubahan-perubahan hidrologi sistem
yang mendadak. Proses-proses fisika ini secara langsung berhubungan dengan
proses-proses kimiawi yang menyebabkan mineralisasi
Terdapat suatu kelompok unsur-unsur yang
umumnya berasosiasi dengan mineralisasi epitermal, meskipun tidak selalu ada
atau bersifat eksklusif dalam sistem epitermal. Asosiasi klasik unsur-unsur ini
adalah: emas (Au), perak (Ag), arsen (As), antimon (Sb), mercury (Hg), thallium
(Tl), dan belerang (S).
Dalam endapan yang batuan penerimanya
karbonat (carbonat-hosted deposits), arsen dan belerang merupakan unsur utama
yang berasosiasi dengan emas dan perak (Berger, 1983), beserta dengan sejumlah
kecil tungsten/wolfram (W), molybdenum (Mo), mercury (Hg), thallium (Tl),
antimon (Sb), dan tellurium (Te); serta juga fluor (F) dan barium (Ba) yang
secara setempat terkayakan.
Dalam endapan yang batuan penerimanya
volkanik (volcanic-hosted deposits) akan terdapat pengayaan unsur-unsur arsen
(As), antimon (Sb), mercury (Hg), dan thallium (Tl); serta logam-logam mulia
(precious metals) dalam daerah-daerah saluran fluida utama, sebagaimana
asosiasinya dengan zone-zone alterasi lempung. Menurut Buchanan (1981),
logam-logam dasar (base metals) karakteristiknya rendah dalam asosiasinya
dengan emas-perak, meskipun demikian dapat tinggi pada level di bawah
logam-logam berharga (precious metals) atau dalam asosiasi-nya dengan
endapan-endapan yang kaya perak dimana unsur mangan juga terjadi. Cadmium (Cd),
selenium (Se) dapat berasosiasi dengan logam-logam dasar; sedangkan fluor (F),
bismuth (Bi), tellurium (Te), dan tungsten (W) dapat bervariasi tinggi
kandungannya dari satu endapan ke endapan yang lainnya; serta boron (B) dan
barium (Ba) terkadang terkayakan.Mineral-mineral ekonomis yang dihasilkan dari
epitermal antara lain Au, Ag, Pb, Zn, Sb, Hg, arsenopirit, pirit, garnet,
kalkopirit, wolframit, siderit, tembaga, spalerite, timbal, stibnit, katmiun,
galena, markasit, bornit, augit, dan topaz.
Berikut ini adalah beberapa contoh logam
hasil dari endapan epitermal yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi, antara
lain: Emas (Au) dan Perak (Ag).
·
Emas
Emas adalah unsur
kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol Au (bahasa
Latin: 'aurum') dan nomor atom 79. Sebuah logam
transisi (trivalen dan univalen) yang lembek, mengkilap, kuning, berat,
"malleable", dan "ductile". Emas tidak bereaksi dengan zat
kimia lainnya tapi terserang oleh klorin, fluorin dan aqua
regia. Logam ini banyak terdapat dinugget emas atau serbuk di bebatuan dan
di deposit alluvial dan salah satu logam coinage.Kode
ISOnya adalah XAU. Emas melebur dalam bentuk cair pada suhu sekitar 1000
derajat celcius.
Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan
mudah ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5 – 3 (skala Mohs), serta berat
jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan logam lain yang berpadu dengannya.
Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi dengan mineral ikutan
(gangue minerals). Mineral ikutan tersebut
umumnyakuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil
mineral non logam. Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan
sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri dari emas nativ,
elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-unsur
belerang, antimon, dan selenium. Elektrum sebenarnya jenis lain dari emas
nativ, hanya kandungan perak di dalamnya >20% (Sutarto, 2004).
Sebagian besar endapan emas di Indonesia
dihasilkan jenis endapan epitermal. Endapan emas tipe ini umumnya didapatkan
dalam bentuk urat, baik dalam urat kuarsa maupun dlam urat bentuk karbonat yang
terbentuk dalam suhu 150-3000C dengan pH sedikit asam atau mendekati netral
Urat-urat tersebut terbentuk oleh hasil aktifitas hidrotermal yang berada di
sekitar endapan porfiri. Dimana emas, perak, tembaga, wolfram, dan timah
terdapat dalam endapan ini (Sukandarrumidi, 2007).
Kebanyakan emas epitermal terdapat dalam
vein-vein yang berasosiasi dengan Alterasi Quartz-Illite yang menunjukkan
pengendapan dari fluida-fluida dengan pH mendekati netral (Fluida-fluida
Khlorida Netral) Dalam alterasi dan mineralisasi dengan jenis fluida ini, emas
dijumpai dalam vein, veinlet, breksi ekplosi atau breksi hidrotermal, dan
stockwork atau stringer Pyrite+Quartz yang berbentuk seperti rambut
(hairline)
Emas epitermal juga terdapat dalam
Alterasi Advanced-Argillic dan alterasi-alterasi sehubungan yang terbentuk dari
Fluida-fluida Asam Sulfat. Dalam alterasi dan mineralisasi dengan jenis fluida
ini, emas dijumpai dalam veinlet, batuan-batuan silika masif, atau dalam
rekahan-rekahan atau breksi-breksi dalam batuan.
Proses terbentuknya emas endapan
epitermal dapat diuraikan sebagai berikut: emas diangkut oleh larutan
hidrotermal yang kaya akan ligand HS- dan OH-. Ligan ini mengangkut emas
hingga ke tempat pengendapannya. Kehadiran breksi hidrotermal merupakan salah
satu cirri adanya proses pendidihan pada larutan hidrotermal. Pendidihan
terjadi karena ada pertemuan antara larutan yang bersuhu tinggi (hidrotermal)
dengan larutan yang bersuhu rendah (larutan meteoric). Selama proses pendidihan
ini tekanan menjadi semakin besar sehingga mengancurkan dinding batuan yang
dilalui larutan hidrotermal. Akibat proses pendidihan tersebut, yaitu hilangnya
gas H2S, terjadi peningkatan pH dan penurunan suhu. Ketiga proses tersebut
dapat mengantarkan emas pada batuan sehingga kadar emas primer tinggi biasanya
dijumpai di breksi hidrotermal (Sukandarrumidi, 2007).
·
Perak
Dijumpai sebagai unsur (perak murni) atau
sebagai senyawa. Sebagai perak murni (Ag) mempunyai sifat;
Kristal-kristal berkelompok tersusun sejajar, menjarum, atau menjaring, kadang
berupa sisik, kilap logam. Dalam bentuk mineral didapatkan sebagai
argentite, cerrargirit, miagirit, dan proustit (Sukandarrumidi, 2007).
Perak biasanya berasosiasi dengan pirit, tembaga, emas, kalsit, dan nikel.
Perak terbentuk dari reduksi sulfide pada bagian bawah endapan Ag, Zn, dan Pb.
Terkadang juga terbentuk sebagai endapan primer urat epitermal berasosiasi dengan
kalsit (temperature rendah) (Sutarto, 2004). Kandungan perak pada beberapa
mineral dapat mencapai perak murni (100%), argentite (87%), prousite (65%),
miagrite (36%), dan dalam kandungan emas (28%).
Endapan perak yang dihasilkan dari
endapan emas kurang lebih 75% didapatkan sebagai hasil samping dari pengolahan
bijih emas, nikel dan tembaga. Endapan perak dapat berupa endapan pengisian dan
endapan penggantian, serta pengayaan sulfide. Kebanyakan endapan perak didunia
dihasilkan dari dari hidrotermal tipe fissure
filling (Sukandarrumidi, 2007).
Tabel 4. Contoh daerah
dengan endapan epitermal high sulfidasi (kiri), dan low sulfidasi (kanan
v Endapam
porfiri
Endapan Porfiri adalah endapan
mineral yang terjadi akibat suatu intrusi yang bersifat intermedier-asam, yang
kemudian terjadi kontak dengan batuan samping yang mengakibatkan terjadinya
mineralisasi. Porfiri bersifat epigenetik. Produk utama dari Porfiri adalah
Cu-Au atau Cu-Mo.
Porfiri terbentuk dari beberapa aktifitas intrusi, terdiri dari kumpulan
dike dan breksi intrusi. Mineralisasi terjadi akibat alterasi batuan samping,
disseminated dan stockwork mineralization. Alterasi yang terjadi pada host rock
intensif dan ektensif akibat dari fluida hidrotermal yang terbentuk. Pada
dasarnya endapan porfiri mempunyai tonnase yang besar dan grade yang kecil.

Endapan Porfiri adalah endapan penghasil tembaga (Cu) terbesar, lebih dari 50 %. Endapan porfiri umumnya terbentuk pada jalur orogenik, contohnya pada lingkar Pasifik. Contoh endapan ini di Indonesia, terdapat di Grassberg, Selogiri-Wonosari
Lowell-Guibert membagi endapan
porfiri menjadi beberapa zona bedasarkan asosiasi mineralnya, yaitu
·
Potassic Zone – selalu hadir dalam
endapan porfiri. Dicirikan oleh: K-felspar sekunder, biotit, dan atau klorit
yang menggantikan K-felspar.
·
Phyllic Zone – tidak selalu ada dalam
endapan porfiri. Dicirikan oleh: vein quartz, sericite and pyrite and minor chlorite, illite dan rutile menggantikan K-spar and biotite.
·
Argillic Zone – tidak selalu ada dalam
endapan porfiri. Dicirikan oleh: mineral lempung kaolinite dan montmorillonite
dengan sedikit disseminated pirit. Plagioclase teralterasi kuat, K-spar tidak
terpengaruh, dan biotit mengalami kloritisasi.
·
Propylitic Zone – selalu ada dalam
endapan porfiri. Dicirikan oleh: klorit, kalsit dan minor epidote. Mineral
mafik terubah sangat kuat sedangkan plagioklas sedikt terubah.
Sedangkan berdasarkan mineral bijihnya, endapan porfiri dibagi menjadi
beberapa zona, yaitu:
• Inner Zone –
bersamaan dengan zona alterasi potasik. Mengandung sedikit sulfida, tapi paling
banyak mengandung Molybdenum. Pyrite 2-5% dan rasio py/cp sekitar 3:1.
Mineralisasi lebih banyak disseminated daripada
stockwork.
• Ore Zone –
berada pada perbatasan zona potasik dan filik. Pyrite 5-10% dan rasio py/cp
sekitar 2.5:1. Mineral bijih utama: chalcopyrite yang hadir sebagai stockwork veinlet.
Mineral bijih lainnya: bornite, enargite and chalcocite.
• Pyrite Zone –
lebih banyak terdapat pada zona filik dan argilik. Kandungan pirit tinggi
(10-15%) dan rasio py/cp sekitar 15:1. Mineralisasi hadir sebagai urat dan
disseminasi.

v Mineral
golongan sulfida dan oksida
MINERAL
SULFIDA
Mineral
Sulfida merupakan mineral hasil persenyawaan langsung antara
unsur tertentu dengan sulfur (belerang), seperti besi, perak, tembaga, timbal,
seng dan merkuri. Mineral sulfida berupa ikatan antara sulfur dan logam
dijumpai tersebar di alam dalam kadar dan dimensi kecil sampai besar. Cebakan
sulfida dalam jumlah besar dapat menjadi bahan galian ekonomis yang layak
ditambang.
Mineral kelas sulfida ini juga termasuk
mineral-mineral pembentuk bijih (ores). Dan oleh karena itu, mineral-mineral
sulfida memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Khususnya karena unsur
utamanya umumnya adalah logam. Pada industri logam, mineral-mineral sulfides
tersebut akan diproses untuk memisahkan unsur logam dari sulfurnya.
Beberapa penciri kelas mineral ini
adalah memiliki kilap logam karena unsur utamanya umumnya logam, berat jenis
yang tinggi dan memiliki tingkat atau nilai kekerasan yang rendah. Hal tersebut
berkaitan dengan unsur pembentuknya yang bersifat logam.
Contoh
Mineral
·
Pyrite [FeS2]
Pyrite adalah mineral kuningan-kuning
deng an kilap logam cerah. Ia memiliki komposisi kimia disulfida besi (FeS2)
dan merupakan yang paling umum mineral sulfida. Pyrite terbentuk pada suhu
tinggi dan dan juga rendah. Biasanya terdapat dalam batuan beku, batuan
metamorf dan sedimen di seluruh dunia.
Lokasi di Indonesia: Sulawesi Tenggara,
NTB, Sulbar, Padang, Kalteng.
Kegunaan: Penggunaan yang paling penting
dari pirit adalah sebagai bijih emas. Selain itu digunakan untuk produksi
industri kertas, dan dalam pembuatan asam belerang.
Physical Properties of Pyrite
|
|
Chemical Classification
|
Sulfide
|
Color
|
brass yellow – often tarnished to dull
brass
|
Streak
|
greenish black to brownish black
|
Luster
|
Metallic
|
Diaphaneity
|
Opaque
|
Cleavage
|
breaks with a conchoidal fracture
|
Mohs Hardness
|
6 to 6.5
|
Specific Gravity
|
4.9 to 5.2
|
Diagnostic Properties
|
color, hardness, brittle, greenish
black streak
|
Chemical Composition
|
iron sulfide, FeS2
|
Crystal System
|
Isometric
|
·
Galena [PbS]
Galena merupakan bijih utama di dunia
timbal dan ditambang di sejumlah banyak negara. Mineral yang termasuk bahan
galian logam bukan besi ini ditemukan dalam batuan sedimen dan metamorf
dalam lingkungan hidrotermal suhu rendah.
Lokasi di Indonesia: NAD, Sumut, Sumbar,
Bengkulu, Lampung, Jabar, Kalbar, Kalteng, Kaltim, Sulsel.
Kegunaan: Sumber logam timbal atau timah
hitam, penyusun baterai kendaraan hibrida.
Physical Properties of Galena
|
|
Chemical Classification
|
sulide
|
Color
|
fresh surfaces are bright silver in
color with a bright metallic luster, tarnishes to a dull lead gray
|
Streak
|
lead gray to black
|
Luster
|
metallic on fresh surfaces, tarnishes
dull
|
Diaphaneity
|
opaque
|
Cleavage
|
perfect, cubic, three directions at
right angles
|
Mohs Hardness
|
2.5+
|
Specific Gravity
|
7.4 to 7.6
|
Diagnostic Properties
|
color, luster, specific gravity,
streak, cleavage, cubic or octahedral crystals
|
Chemical Composition
|
lead sulfide, PbS
|
Crystal System
|
isometric
|
MINERAL OKSIDA
Mineral
oksida merupakan mineral yang terbentuk dari kombinasi unsur
tertentu dengan gugus anion oksida (O). Mineral oksida terbentuk sebagai akibat
persenyawaan langsung antara oksigen dan unsur tertentu. Susunannya lebih
sederhana dibanding silikat. Mineral oksida umumnya lebih keras dibanding
mineral lainnya kecuali silikat. Mereka juga lebih berat kecuali sulfida. Unsur
yang paling utama dalam oksida adalah besi, chrome, mangan, timah dan aluminium
Contoh
Mineral
·
Magnetite [Fe3O4]

Lokasi
di Indonesia: Sumatera Barat, Jambi, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Tengah dan
Kalimantan Selatan.
Kegunaan:
Magnetit dapat ditambang digunakan sebagai bijih besi, dapat dijadikan amplas,
mikronutrien dalam pupuk , pigmen dalam cat, sebagai campuran dalam beton
kepadatan tinggi .
Physical Properties of Magnetite
|
|
Chemical
Classification
|
oxide
|
Color
|
Black
|
Streak
|
Black
|
Luster
|
Metallic to
submetallic
|
Diaphaneity
|
opaque
|
Cleavage
|
none
|
Mohs
Hardness
|
5.5 to 6.5
|
Specific
Gravity
|
5.2
|
Diagnostic
Properties
|
Strongly
magnetic, color, streak, octahedral crystal habit
|
Chemical
Composition
|
Fe3O4
|
Crystal
System
|
Isometric
|
·
Corrundum [Al2O3]
Corundum
alam adalah mineral kedua terkeras setelah berlian yang masih empat kali lebih
keras dari mineral ini. Kekerasan corundum dapat dikaitkan dengan ikatan
aluminium dan oksigen yang kuat dan pendek. Ikatan ini menarik oksigen dan
aluminium atom berdekatan, membuat kristal tidak hanya keras tapi juga cukup
padat untuk mineral yang hanya terdiri dari dua elemen ringan.
Corondum
ditemukan dalam batuan seperti syenite, nepheline syenite dan pegmatite. Jenis
ini juga ditemukan dalam batuan metamorf di lokasi di mana serpih alumunium
atau bauksit telah terjadi kontak metamorfosis
Lokasi
di Indonesia: Jatim, Jateng, Jabar, Sumbar, Sumsel, NTT, Maluku Utara
Kegunaan:
Selain sebagai perhiasan, karena kekerasan yang tinggi corundum digunakan
sebagai grinding media dan digunakan untuk memproduksi senyawa polishing,
kertas pasir, dan alat pemotong .
Physical Properties of Corundum
|
|
Chemical
Classification
|
Oxide
|
Color
|
frequently
gray but also white, brown, red, blue, yellow, green
|
Streak
|
colorless
(harder than the streak plate)
|
Luster
|
adamantine to
bitreous
|
Diaphaneity
|
transparent
to translucent
|
Cleavage
|
none However,
corundum does display parting perpendicular to the long axis of its hexagonal
crystals
|
Mohs
Hardness
|
9
|
Specific
Gravity
|
3.9 to 4.1
|
Diagnostic
Properties
|
hardness,
high specific gravity, often found as six-sided hexagonal crystals that
sometines tapers into a pyramid – often with parting, high luster, conchoidal
fracture
|
Chemical
Composition
|
Al2O3
|
Crystal
System
|
Hexagonal
|
v Macam-macam
batuan terubah
1.
Skiss


2.
Amfibolit
3.

amphibolit 4. gneiss













v Mineral alterasi atau ore mineral
Alterasi merupakan perubahan komposisi mineralogy batuan
(dalam keadaan padat) karena pengaruh Suhu dan Tekanan yang tinggi dantidak
dalam kondisi isokimia menghasilkan mineral lempung, kuarsa,
oksida atau sulfida logam. Proses alterasi merupakan peristiwa sekunder,
berbeda dengan metamorfisme yang merupakan peristiwa primer. Alterasi terjadi
pada intrusi batuan beku yang mengalami pemanasan dan pada struktur tertentu
yang memungkinkan masuknya air meteoric untuk dapat mengubah komposisi
mineralogi batuan.
Adapun beberapa contoh-contoh mineral yang dapat
terbentuk dari proses alterasi adalah sebagai berikut :



4.
Biotite K(Mg,Fe)3AlSi3O10(F,OH)2,
Mineral ini menunjukkan warna hitam, sistem kristal monoklin, belahan sempurna,
pecahan tidak rata, kilap kaca dan mutiara, cerat putih dan menunjukkan bentuk
tabular. Terbentuk pada temperatur 700 – 800 0 C,
terbentuk akibat proses magmatisme, metamorphisme dan proses hidrotermal. Dapat
terbentuk pada daerah magmatisme.
















Komentar
Posting Komentar